Rabu, 26 November 2014

Hukum Perbankan Syariah



PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP HUKUM PERBANKAN SYARIAH

Makalah ini di Buat Untuk Memenuhi Tugas Pengganti UAS Pada Matakuliah Hukum Perbankan Syariah
Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh:
Tajul Muttaqin
1070 4410 0525
K O N S E N T R A S I   P E R A D I L A N   A G A M A VIB
PROGRAM STUDI AHWAL AL-ASYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431H/2010M

DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan...............................................................................................2
BAB II Pembahasan..............................................................................................3
A.    Pengertian Perbankan Syariah.....................................................................4
B.     Peranan Ulama Dalam Sosialisasi Fatwa Ekonomi Syariah dan
 Perbankan Syariah dalam Perspektif Masyarakat Umum..........................5
C.     Perspektif Islam Terhadap Hukum Perbankan Syariah.............................10
BAB III Kesimpulan............................................................................................15
Daftar Pustaka.....................................................................................................16














BAB I
PENDAHULUAN

Ekonomi syariah (Hukum Ekonomi Islam), khususnya perbankan syariah bukan hanya milik praktis ekonomi syariah melainkan semua umat Islam bahkan diluar umat Islam pun diberikan “hak” untuk berpartisipasi.[1]
Pada saat sekarang ini, perkembangan ekonomi syariah secara terus menerus mengalami kemajuan yang sangat pesat.[2] Kemajuan dari perbankan syariah tersebut diawali setelah lahirnya undang-undang nomor 7 tahun 1992, yang diikuti dengan PP No. 72 Tahun 1992 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.[3]
Perkembangan bank syariah ini dapat terlihat dengan adanya berbagai macam bank syariah, adapun bank-bank syariah tersebut adalah: perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, dan gadai syari’ah cukup pesat.[4] Khusus berkaitan dengan lembaga perbankan syari’ah, paling tidak terdapat 25 lembaga bank yang ada di Indonesia telah membuka “bank syari’ah”. Ke-25 bank tersebut adalah : BMI, Bank Syari’ah Mandiri, Bank BNI Syari’ah, Bank IFI Syari’ah, Bank Danamon Syari’ah, BRI Syari’ah, BII Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, HSBC Syari’ah, Bank Jabar Syari’ah, Bank DKI Syari’ah, Bank Permata Syari’ah, BCA Syari’ah, Bank Tugu Syari’ah, Bank CIC, Bank Bumi Putera, Bank Niaga, BPD Riau, Bank Sumatera Utara Syari’ah, BPD Aceh , BPD Sumatera Barat, BPD Sumatera Selatan, BPD Kalimantan Selatan dan BPD Sulawesi Selatan.[5]
Mengenai perbankan syariah ini terdapat beberapa pandagan (perspektif) para ahli[6] dan pandangan (perspektif) Islam terhadap perbankan syariah. Untuk lebih jelasnya, maka pemakalah akan membahasnya pada bab selanjutnya.
















BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang perspektif Islam terhadap hukum perbankan syariah, terlebih dahulu saya akan membahas tentang pengertian perbankan syariah itu sendiri dan peranan ulama dalam sosialisasi fatawa ekonomi Syariah.
A.  Pengertian Bank Syariah
Bank syari’ah terdiri dari  dua kata, yaitu bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak  yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.[7]

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam, yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Hadits. Makna bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tatacara bermuamalah dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.[8]

Jadi yang dimaksud dari Bank Syariah itu adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Dalam menjalankan usahanya bank syariah menggunakan pola nagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya.[9]
B.  Peranan Ulama Dalam Sosialisasi Fatwa Ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah dalam Perspektif Masyarakat Umum
1.    Peranan Ulama Dalam Sosialisasi Fatwa Ekonomi Syariah
Peran ulama bukan hanya pada aspek ibadah memberikan fatwa atau berdoa saja, tetapi mencangkup juga berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.[10] Kualitas dan kapasitas keilmuan yang dimiliki oleh para ulama telah mendorong mereka untuk aktif membimbing warga masyarakat dalam menjalani kehidupan sehati-harinya. Hal ini dirumuskan di antaranya, sisiten ekonomi syariah secara konseptual, termasuk perbankan syariah adalah hasil ijtihad dan kerja keras intelektual para ulama. Peran ulama dimaksud, dapat diuraikan dalam memasyarakatkan perbankan  syariah kepada umat, setidaknya dalam hal ini ada 10 (sepuluh) butir peran ulama,[11] yaitu:
1.    Ulama berperan menjelaskan kepada warga masyarakat bahwa ajaran muamalah harus dihidupkan kembali sesuai dengan syariat Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah,
2.    Ulama berperan untuk menjelaskan bahwa keterpurukan ekonomi umat Islam selamaini di antaranya disebabkan oleh umat Islam mengabaikan fiqh muamalah,[12]
3.    Ulama berperan menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah pengamalan fiqih muamalah,[13]
4.    Mengembalikan warga masyarakat kepada fitrahnya,
5.    Ulama menjelaskan kepada umat keunggulan-keunggulan sistem ekonomi syariah, [14]
6.    Membantu menyelamatkan perekonomian bangsa melalui perkembangan dan sosialisasi perbankan syariah[15],
7.    Mengajak umat untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh),
8.    Menjelaskan kepada warga masyarakat tentang dosa riba yang sanga besar, baik dari nas Al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad, pendapat para ulama, dan dan pakar ekonomi Islam,
9.    Memberikan motivasi kepada warga masyarakat yang pengusaha kecil, menengah atau wirausaha, agar mereka memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja keras sesuai dengan ridha Allah dan bersifat jujur dalam mengelola uang umat, [16]dan
10.  Mengajak para haartawan dan para pengusaha muslim agar mau mendukung dan mengamalkan perbankan syariah dalam kegiatan bisnis mereka. Dengan demikian, syiar muamalah Islam melalui perbankan syariah lebih berkembang dan diminati oleh semua eleman dalam masyarakat yang mendiami negara Republik Indonesia.[17]
2.    Perbankan Syariah dalam Perspektif Masyarakat Umum
Seperti halnya apa yang telah diketahui oleh masyarakat luas khususnya masyarakat Islam yang minim sekali akan pengetahuan tentang sistim ekonomi dunia dan perkembangannya khususnya dalam bidang  perbankan, mereka menganggap bahwa dunia perbankan pada umumnya adalah dunia yang tidak akan lepas dari seputar paradigma mengenai tabung menabung atau menyimpan uang ke bank atau lembaga yang dipercaya untuk menjaga uang yang dia simpan atau dia titipkan dengan catatan dapat menambah keuntungan financial yang diraih ketika seseorang  memperbanyak saldonya (uang yang ia simpan) mereka beranggapan bahwa prinsip bank adalah menyimpan uang, mengelola uang dan mendistribusikan uang. [18]
Dalam hal menyimpan uang, bank merupakan lembaga yang sangat aman karena uang mereka dijamin oleh pemilik bank. Namun mereka tidak menyhadari bahwa uang yang mereka simpan akan menjadi tidak aman akibat ulah pemilik bank yang masih berpikir Kapitalis (konvensional) Mereka mengelola dan mendistribusikan hanya untuk kepentingan golongan dan orang-orang tertentu yang menurut mereka "layak" memperoleh fasilitas kredit. Imbasnya kepada masyarakat adalah apa yang dilakukan oleh bank konvensional cenderung mendistribusikan pinjaman kepada kelompok konglomerat dan tidak menjamah kepada pengusaha mikro ke bawah dari kalangan masyarakat kecil,dan ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran Islam.[19]
Berbeda sekali dengan Bank Syariah. Dalam melakukan proses penyaluran kredit mereka tidak mengedepankan kredit konsumsi melainkan kredit modal kerja dengan sistem bagi hasil. Sehingga konsep ini dirasakan bisa mengangkat ekonomi mikro. Hanya permasalahannya bagaimana manusia-manusia yang terlibat di Bank ini memiliki moral dan akhlak yang baik sehingga visi dan misi Bank Syariah tidak tergeser oleh kepentingan (oppurtunity) individu pemilik Bank. [20]
Namun pada prinsip dasarnya mengenai ekonomi syariah adalah semuanya boleh dilakukan, kecuali yang dilarang oleh agama yaitu diantaranya Spekulasi, Ketidakpastian,Judi, Riba dll. Jika kesan banksyariah saat ini lebih memodifikasi produk bank konvensional, itu sah-sahsaja menurut saya selama tidak ada larangan agama yang dilarang. Jika kesanbank syariah saat ini kurang fungsi sosialnya dan lebih mengejar keuntungan,itu juga wajar karena bank syariah adalah lembaga laba yang mencari keuntunganKarena Bank syariah adalah lembaga umum, siapa saja boleh jadi nasabah dan juga boleh jadi pengurusnya. Hanya saja kadang-kadang skema-emska produk pembiayaan dan pendanaan masih banyak menggunakan istilah arab.[21] Tetapi istilah-istilah itu sudah dijelaskan dengan rinci termasuk simulasinya di
Dalam hal ini masyarakat mengenal bang syariah juga sebagai suatu bank yang segala system menejemennya dan prinsip prinsip maupu aturan aturan  didalamnya serbasis syariah atau berdasarkan hukum Islam,seakan perbankan syariah adalah milik islam saja ,namun pada kenyataannya perbankan syariah adalah bersifat universal dan sangat menjunjung sekali nilai kerjasama (muamalah) antar umat dan tentunya untuk kemaslahatan semua umat di muka bumi ini,dan yang sangat disayangkan lagi adalah ketika banyak masyarakat yang menilai bahwa orang orang bank syariah sering juga menjual produk kepada nasabahnya dengan sistem equivalen rate,namun itu hanya untuk memudahkan nasabah saja dalam hal menghitung.[22] Tapi dampaknya image di masyarakat bahwa bank syariah sama saja dengan bankkonvensional jadi menabung di bank syariah adalah seperti menabung di bank konvensional, bahkan lebih mahal,ini adalah pemahaman yang salah dan tidak berdasar dan hal inilah yang harus lebih diperjelas oleh kalangan orang orang syariah dikarenakan banyak masyarakat yang belum faham tentang bank syariah itu sendiri secara mendalam.
Dari pemaparan di atas juga terlihat adanya fakta yang menunjukkan bahwa perbankan Syari'ah sebagai salah satu aspek konsep hukum Islam yang telah bersentuhan dengan modernitas ternyata dalam prakteknya telah terbukti mampu secara riil menyediakan kredit kepada petani, nelayan, pengusaha, dan pedagang kecil dengan kriteria mudah, tepat waktu dan tepat jumlahnya. Ini artinya bahwa konsep hukum Islam yang dipengaruhi modernitas ternyata secara rasional telah ikut mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat luas.[23]
C.  Perspektif Islam Terhadap Hukum Perbankan Syariah
Untuk menjaga kehidupan  dari kemungkinan memakan atau menggunakan uang haram jika sudah tersedia Bank Syariah seharusnya menggunakan jasa Bank Syariah, karena operasional Bank Syariah  (Bank Islam) bebas bunga. Opersional Bank Syariah menggunakan sistem bagi hasil dan di dalam kelembagaan Bank Syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang terus mengontrol opersional Bank Syariah sesuai dengan Prinsip Syariah.[24]

Ketika suatu transaksi muncul di mana belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dan dalil Qur’an dan Hadis yang melarang.[25] Jadi denga demikian suatu transaksi dalam muamalat itu dibolehkan (hukum asal muamalat),[26] kecuali yang diharamkan oeleh Allah SWT.

Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembuangan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung resiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembuangan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risko, karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.[27]

Perbedaan antara bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam tabel  berikut :

                                                         Bunga                              Bagi Hasil

Penentuan Keuangan
Pada waktu perjanjian dengan asumsi harus selalu untung.
Pada waktu akad dengan pedoman kemungkinan untung rugi.

Besarnya Prosentase
Berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh.[28]

Pembayaran
Seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan untung atau rugi.

Bergantung pada keuntungan proyek bila rugi ditanggung bersama.

Jumlah Pembayaran
Tetap, tidak meningkat walaupun keuntungan berlipat.[29]

Sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Eksistensi
Diragukan oleh setiap agama.

Tidak ada yang meragukan keabsahannya.[30]


Bank syariah dengan prinsip bagi hasil di dalam menghimpun dananya baik modal disetor, dana masyarakat maupun pinjaman dari bank lain maupun pihak lain tidak boleh menyimpang dari prinsip syariah Islam, dengan kata lain di dalam mengelola dana-dana tersebut harus sesuai dengan ketentuan syariah. Di dalam operasionalnya antara modal bank dengan dana masyarakat maupun pinjaman pihak lain terjadi kerjasama dalam pendanaan untuk penyaluran pembiayaan sehingga antara bank dengan kreditur terjadi akad musyarakah. Semua keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan dana tersebut dibagihasilkan kepada pemilik dana dengan aturan yang telah disepakati.[31]

Dalam ushul fiqh, ada kaidah yang mengatakan bahwa: “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajibun”, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (yakni melakukan kgiatan ekonomi) adalah wajib. Karena pada zaman modern ini kegiatan perbankan, lembaga perbankan ini pun wajib diadakan. Dengan demikian, maka kaitan antara Islam dengan perbankan menjadi jelas.[32]

Pandangan Islam terhadap penerapan sistem bunga sangat jelas dan tegas. Hal ini tercermin dari bagaimana Allah SWT melarang sistem riba yang notabene sama dengan bunga. Ada beberapa ayat Allah SWT yang melarang riba.[33]
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279:

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ   bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ [34] 

 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah : 278-279).[35]

Dengan demikian ekonomi syariah memiliki landasan hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, al-Hadits, Ijtihad, Qiyas, dan sumber-sumber hukum lainnya, seperti: urf’, istishan, istishab, dan masalah al-mursalah.[36]

BAB III
KESIMPULAN
Dalam ushul fiqh, ada kaidah yang mengatakan bahwa: “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajibun”, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (yakni melakukan kgiatan ekonomi) adalah wajib. Karena pada zaman modern ini kegiatan perbankan, lembaga perbankan ini pun wajib diadakan.

Dari pemaparan di atas juga terlihat adanya fakta yang menunjukkan bahwa perbankan Syari'ah sebagai salah satu aspek konsep hukum Islam yang terbukti mampu secara riil menyediakan kredit kepada petani, nelayan, pengusaha, dan pedagang kecil dengan kriteria mudah, tepat waktu dan tepat jumlahnya. Ini artinya bahwa konsep hukum Islam yang dipengaruhi modernitas ternyata secara rasional telah ikut mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat luas.









DAPTAR PUSTAKA
Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Maret, 2004.
Hamid, Arifin. Membumukan Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Sosioyuridis). Jakarta: Paramuda Bookstore, Desember, 2006.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Perwataatmadja, Kamaen dan Antonio, M. Syaf’i. Apa & Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yayasan, 1992
Ali, Zainuddin. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, Maret, 2001
http://ee.fe.umy.ac.id/index.php?option=page&id1457item=322
http://www.alumnimanawipari.com/new
http://www.scribd.com/doc/4685654/ushul-fiqh-dan-ulama-ekonomi-syariah-agustianto
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/19911250-perbankan-syariah-dalam-perspektif-politik
 www://badilag.net/data/ARTIKEL/Modernitas dan Pengaruhnya Terhadap Konsep Hukum Islam.








              [1] Arifin Hamid,Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Sosioyuridis), (Jakarta: Paramuda Bookstore, Maret 2008), Cet. Kedua,  h.312

[2] http://www.scribd.com/doc/4685654/ushul-fiqh-dan-ulama-ekonomi-syariah-agustianto

[3] http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/19911250-perbankan-syariah-dalam-perspektif-politik

[4] www://badilag.net/data/ARTIKEL/modernitas dan pengaruhnya terhadap konsep hukum Islam.
[5] 7 Lihat : Muhammad Syafi’i Antonio, dalam Lembaga Keuangan Syari’ah : Katalis
Penguatan Ekonomi Ummat, hlm. 8 (Makalah pada Seminar Eksistensi Perbankan Syari’ah Dalam Perspektif Pembinaan Ekonomi Ummat di Jawa Barat, Bandung, 9 Maret 2005).

[6] Ibid., h.236
[7] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syari’ah, Sinar Grafika, ( Jakarta: Sinar Grafika ), h. 1

[8] http://ee.fe.umy.ac.id/index.php?option=page&id=1457item=322,tanggal 9 Juni 2010
[9] Lihat kata pengantar dalam buku Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2007)

[10] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. Pertama, h. 60

[11] Agustiano, Peranan Ulama dalam Sosialisasi Perbankan Syariah, dikutipdari internet, www.yahoo.com
[12] Dikuitp dari internet, Majalah Hidayatullah, www.yahoo.com

[13] Penjelasan:  Fiqih Muamalah adalah menjelaskan bagaimana sesama manusia berhubungan dalam bidang harta, ekonomi, bisnis, dan keuangan

[14] Ibid., h. 62

[15] Muhammad Syafi’i Anto, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, Februari 2001), cet. Pertama, h. 237
[16] Ibid., h. 63

[17] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. Pertama, h. 63

[18] http://www.alumnimanawipari.com/new.com
[19] http://www.alumnimanawipari.com/new.com

[20] http://www.enslikopediaIslam.com
[21] http://www.alumnimanawipari.com/new.com

[22] Ibid.,
[23] http//www.badilag.net/data/ARTIKEL/Modernitas dan Pengaruhnya Terhadap Konsep Hukum Islam.Pdf

[24] http://ee.fe.umy.ac.id/index.php?option=page&id=1457item=322, tanggal 9 Juni 2010

[25] Adiawarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), (Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, Maret 2004), cet . Pertama, hlm. 15
[26] Hukum asal muamalat: Segala sesuatunya di bolehkan, kecuali ada larangan dalam Al-Qur’an, Lihat buku Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hlm. 9

[27] http://ee.fe.umy.ac.id/index.php?option=page&id=1457item=322, tanggal 9 Juni 2010
[28] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 27

[29] Karnaen Perwataatmadja & M. Syafi’i Antonio, Apa & Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yayasan, 1992), Cet. Pertama, h. 52

[30] Ibid., h. 27
[31] http://ee.fe.umy.ac.id/index.php?option=page&id=1457item=322 ,tanggal  9 Juni 2010

[32] Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fikih dan Keuangan), ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Maret 2004), cet Pertama,hlm.15

[33] http://www.scribd.com/doc/4685654/ushul-fiqh-dan-ulama-ekonomi-syariah-agustianto

[34] Al-Qur’an Karim

[35] Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya

[36] M. Arifin Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Sosioyuridis), (Jakarta: Paramuda Bookstore, Desember 2006), cet Kedua, hlm. 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar