Rabu, 26 November 2014

Hukum Agraria



BAB I
PENDAHULUAN
Konversi berasal dari bahasa latin yaitu “convertera” yang berarti membalikan atau mengubah nama dengan pemberian nama baru atau sifat baru sehingga mempunyai isi dan makna yang sama.
 Adapun istilah “Konversi” menurut Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama[1] ialah pengalihan, perubahan dari satu hak tertentu kepada suatu hak lain. Sedangkan menurut Dr. A. P. Perlindungan, S. H. Konversi secara umum dapat diartikan penyesuaian atau perubahan, dari hak-hak yang diatur oleh peraturan lama disesuaikan dengan hak-hak yang baru[2].
Dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, maka hapuslah dualisme di dalam hukum pertahanan atau terselenggaralah suatu unifikasi di bidang hukum agraria, sekaligus terciptanya unifikasi hak-hak atas tanah yang diatur/tunduk pada hukum agraria lama ( hukum barat maupun hukum adat ) dikonversikan menjadi salah satu hak menurut ketentuan UUPA ( Pasal 16 )
Pada dasarnya hak-hak atas tanah menurut peraturan perundang-undangan yang lama akan dikonversikan menjadi hak-hak yang baru menurut UUPA dengan memberi wewenang yang sama/hampir sama,sebagaimana dimaksud dalam ketentuan konversi dalam bagian kedua yaitu pasal I sampai dengan Pasal IX.








BAB II
HAK-HAK ATAS TANAH DALAM UUPA DAN SISTEM KONVENSI HAK-HAK
A. Hak-hak Atas Tanah
Jenis-jenis hak atas tanah menurut UUPA
1. Hak Milik
Pengertian hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berhubungan dengan Pasal 6 UUPA adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat  dipunyai orang atas tanah. Kata “Turun-temurun”  menunjukan bahwa hak tersebut dapat berlangsung selama pemilik masih hidup dan jika dia meninggal dunia, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli waris. “ Terkuat” menunjukan bahwa kedudukan hak itu paling kuat jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena terdaftar dan pemilik hak diberi tanda bukti hak(serifikat),sehingga mudah dipertahankan terhadap pihak lain.[3]
Ciri-ciri hak milik, adalah sebagai berikut:
a. Hak milik merupakan hak atas tanah yang paling kuat artinyatidak mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain oleh karena itu maka Hak Milik termasuk salah satu hak yang wajib didaftarkan ( pasal 23 UUPA)
b. Hak milik mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas
c.Terjadinya hak milik karena hokum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, selain itu juga bisa terjadi karena penetapan pemerintah atau ketentuan undang-ungang.
d. Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual-beli,hibah,tukar- menukar,pemberian dengan wasiat, pemberian menurut hokum adat dan lain-lain. [4]
e. Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan ( Pasal 25 UUPA)
2. Hak Guna Usaha
Pengertian hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 29, untuk perusahaan pertanian dan peternakan( pasal 28 UUPA). Tujuan penggunaan tanah yang dipunyai dengan Hak Guna Usaha itu terbatas, yaitu pada uasaha pertanian,perikanan, dan peternakan. Oleh karena itu maka hak guna usaha dapat dibebankan pada tanah hak milik.[5]
Ciri-ciri hak guna usaha sebagai berikut:
a. Hak yang harus didaftarkan
b. Dapat beralih karena pewarisan
c. Mempunyai jangka waktu terbatas
d. Dapat dijadikan jaminan hutang
e. Dapat dialihkan karena pihak lain
f. Dapat dilaepaskan menjadi tanah  Negara
3. Hak Guna Bangunan [6]
Pengertian hak guna bangunan adalah untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah milik orang lain yang bukan miliknya sendiri ( tanah Negara atau tanah orang lain) dengan jangka waktu tertentu. Atas permintaan pemegang hak dengan mengingat keperluan dan keadaan bangunannya,jangka waktu HGB dapat diperrpanjang waktu paling lama 20 tahun.
Tanah yang dapat diberikan dengan HGB:
a. Tanah Negara
b. Tanah Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik
HGB mempunyai cirri-ciri sebagai berikut ini:
a. Harus didaftarkan
b. Dapat beralih karena pewarisan
c. Jangka waktunya terbatas
d. Dapat dijadikan jaminan hutang
e. Dapat dialihkan karena pihak lain
f. Dapat dilepaskan oleh pemegangnya
4. Hak Pakai
Pengertian hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang  member wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau perjanjian dengan pemilik tanah, asal segala sesuatunya tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.[7]
Ciri-ciri hak pakai sebagai berikut:
a. Penggunaan tanah bersifat sementara
b. Dapat diperjanjikan tetapi tidak jatuh kepada ahli waris
c. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang
d.Dapat diahlikan dengan izin jika tanah Negara, dimungkinkan oleh perjanjian jika tanah hak milik
e. Dapat dilepaskan, sehingga kembali kepada Negara atau pemilik
5. Hak Sewa
Pengertian hak sewa adalah hak yang ,member wewenang untuk menggunakan tanah milik orang lain dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewanya. UUPA membedakan hak sewa atas tanah menjadi dua macam,yaitu:
1. Hak sewa untuk bangunan
2. Hak sewa untuk tanah pertanian
Ciri-ciri hak sewa sebagai berikut:
a. Jangka waktunya terbatas
b. Bersifat perseorangan
c. Tidak boleh dialihkan tanpa izin
d. Dapat diperjanjikan putus karena meninggal
e. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang
f. Tidak putus karena pengalihan hak sewa
g. Dapat dilepaskan oleh penyewa
6. Hak Pengelolaan
Menurut ketentuan pasal 3 Peraturan Menteri dalam Negeri No.5 Tahun 1974, hak pengolahan adalah hak atas tanah yang member wewenang kepada pemegangnya untuk:
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
b. Menggunakan tanah yang bersangkutan untuk pelaksanaan usaha
c. Menyerahkan bagian tanah yang bersangkutan kepada pihak ketiga dengan hak pakai untuk jangka waktu  6 tahun
d. Menerina untuk pemasukan/ganti kerugian dan uang wajib tahunan
Wewenang untuk menyerahkan tanah kepada pihak ketiga hanya terbatas pada:
a. Tanah yang luasnya maksimum 1.000 meter persegi
b. Warga Negara Indonesia dan badan hokum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
c. Pemberian hak untuk yang pertama kali saja, denganketentuan bahwa perubahan,perpanjang dan penggantian hak tersebut akan dilakukan oleh instansi yang berwenang dan pada asanya tidak mengurangi hak sewa yang diterima sebelumnya oleh pemegang.
7. Hak Gadai Tanah
Pengertian hak gadai tanah adalah penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang dengan ketentuan bahwa orang yang menyerahkan berhak atas pengembalian tanahnya dengan memberikan uang tebusan. Pemegang gadai dapat menggunakan tanah yang dipegangnya.
Ciri-ciri hak gadai tanah sebagai berikut:
a. Jangka waktunya terbatas
b. Tidak berakhir karena meninggalnya pemegang gadai
c. Dapat dibebani dengan hak-hak lain
d. Dapat dialihkan dengan izin pemilik
e. Tidak hapus karena pengalihan hak atas tanah
f. Uang gadai dapat ditambah selama gadai berlangsung
g. Sebagai lembaga akan hapus pada waktunya
h. Hak atas tanah yang wajib didaftarkan
8. Hak Usaha Bagi Hasil
Pengertian hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan hukum untuk menggarap diatas tanah pertanian milik orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya.
9. Hak Sewa Tanah Pertanian
Pengertian hak sewa tanah pertanian adalah penyerahan tanah pertanian kepada orang lain yang member sejumlah uang kepada pemiliknya dengan perjanjian bahwa setelah penyewa itu menguasai tanah selama waktu tertentu, tanahnya akan kembali kepada pemiliknya.
10. Hak Menumpang
Hak menumpang juga diatur dalam hukum adat. Hak menumpang adalah hak yang member wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah di atas pekarangan orang lain. Hak ini disebut magersari. Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu kepada pemilik tanah. Hubungan hokum dengan tanah tersebut lemah, artinya sewaktu-waktu dapat diputus oleh pemilik tanah jika dia memerlukan sendiri tanah tersebut. Hak menumpang dilakukan hanya terhadap tanah perkarangan/bangunan dan tidak terhadap tanah pertanian.
Sistem konversi hak-hak atas tanah
pengertian konversi seperti yang sudah dibahas oleh pemakalah sebelumnya yaitu dapat dikatakan penyesuaian atau perubahan, dari hak-hak yang diatur oleh peraturan lama disesuaikan dengan hak-hak yang baru. Pada prinsipnya konversi hak-hak lama menjadi hak-hak baru sesuai dengan ketentuan UUPA, karena menurut ketentuan-ketentuan konversi,terjadinya konversi karena 3 (tiga) kemungkinan yaitu:
1. Konversi yang terjadi dengan sendirinya karena hukum
Konversi seperti ini terjadi dengan sendirinya tanpa diperlukan tindakan dari suatu instansi baik yang bersifat konstitutif maupun deklaratoir. Misalnya, hak erfacht untuk perusahaan kebun besar, menurut pasal III ayat 1 ketentuan-ketentuan konversi UUPA sejak tanggal 24 September 1960, dengan sendirinya manjadi hak guna usaha. Jang waktunya pun sudah ditenttukan selama sisa waktu hak erfacht tesebut paling lama 20 tahun.
2. Konversi yang terjadi setelah diperoleh suatu tindakan yang bersifat deklaratoir dari instansi yang berwenang .
Konversi ini juga terjadi karena hukum, tetapi tetapi karena disertai dengan syarat-syarat tertentu maka diperlukan suatu tindakan penegasan yang bersifat deklaratoir.[8]   
B.Aspek-aspek Konversi Hak-hak Tanah
    1. Tujuan Konversi
                    Tujuan dari konversi adalah usaha-usaha untuk penataan kembali hak-hak atas tanah yang berasal dari hak-hak adat maupun hak-hak barat, dan untuk mengembalikan fungsi sosial atas pengusahaan tanah sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.
                    Untuk maksud dan tujuan tersebut di atas, maka Presiden Republik Indonesia mengeluarkan keputusan, yaitu keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 tanggal 8 Agustus tentang “Pokok-pokok Konversi Barat”. Yang dalam Pasal 1 mengatakan bahwa “Tanah hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai asal konversi hak barat yang jangka waktunya berakhir pada tanggal 24 September 1980.
                     Ketentuan-ketentuan mengenai konvensi ini secara garis besar dibagi atas  2 ( dua ) bagian, sesuai dengan sumber hukum yang berlaku pada saat sebelum berlakunya UUPA, yakni:
a.       Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai konvensi bekas hak-hak yang bersumber pada hukum perdata barat, seperti: hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal, hak vruchtgebruik, hak gerbuik dan lain sebagainya diatur dalam pasal I sampai VI ketentuan konversi UUPA. Sedangkan peraturan pelaksanaannya antara lain yaitu:
1.      PMA No. 2 Tahun 1960 tanggal 10 Oktober 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan UUPA.
2.      PMA No. 5 Tahun 1960 tanggal 24 Desember 1960 tentang Penambahan Ketentuan PMA No. 2 Tahun 1960.
3.      PMA No. 13 Tahun 1961 tanggal 23 September 1961 tentang Pelaksanaan Konversi Hk Eigendom dan Hak-hak lainnya yang aktanya belum diganti.
4.      PMA No. 7 Tahun 1965 tanggal 9 September 1965 tentang Pedoman Pelaksanaan Konversi Hak Eigendom tersebut dalam pasal I ketentuan konversi UUPA yang dibebani dengan hak opstal atau erfpacht untuk perumahan.
5.      PMDN No. 2 Tahun 1970 tanggal 14 Mei 1970 tentang penyelesaian  Konversi Hak-hak Barat menjadi Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha.
6.      SK. MDN No. 53/DDA/1070 tanggal 21 September 1970 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Konversi  Hak-hak Barat menjadi Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha tersebut pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1970.
b.      Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai konversi bekas hak-hak yang bersumber pada hukum Indonesia asli atau hukum adat. Sedangkan peraturan pelaksanaannya antara lain, yaitu:
1.      PMA No. 2 Tahun 1962 tanggal 1 Agustus 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas tanah.
2.      SK. MDN No. 26/DDA/1970 tanggal 14 Mei 1970 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas tanah.[9]
2. Terjadinya Konvers
Pada prinsipnya konversi hak-hak lama menjadi hak baru sesuai dengan ketentuan UUPA, menurut ketentuan-ketentuan konversi, terjadinya konversi  karena 3 ( tiga ) kemungkinan, yaitu:
a.       Konversi yang terjadi dengan sendirinya karena hukum. Konversi seperti ini terjadi dengan sendirinya tanpa diperlukan tindakan dari suatau instansi.
b.      Konversi yang terjadi setelah diperoleh suatu tindakan. Konversi jenis ini juga terjadi karena hukum, tetapi karena disertai syarat-syarat tertentu maka diperlukan suatu tindakanpenegasan yang bersifat deklaratoir. Misalnya konversi hak eigendom menjadi hak milik.
c.       Konversi yang terjadi melalui suatu tindakan yang bersifat konstitutif. Pada jenis Konversi ini, perubahan atas sesuatu hak yang baru bukan terjadi karena hukum, melainkan memerlukan suatu tindakan khusus yang bersifat konstitutif.
Dalam pasal 14 PMA No. 2 Tahun  1960 menegaskan, jika tanahnya merupaka tanah perumahan, konversinya menjadi hak guna bangunan, sedangkan kalau tanahnya tanah pertanan maka dikonversikan menjadi hak guna usaha.
3. Pelaksanaan Konversi[10]
Pelaksanaan konversi hak atas tanah secara garis besar diuraikan sebagai berikut:
a.       Hak eigendom
1.      Hak eigendom dikonversi menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat yang tersebut ketentuan pasal 21 UUPA;
2.      Hak eigendom kepunyaan pemerintah asing yang digunakan untuk rumah kediaman kepada perwakilan dan gedung kedutaan menjadi hak pakai;
3.      Hak eigendom kepunyaan orang asing, orang yang berkewargaan rangkap dalam badan-badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketntuan pasal 21 ayat  2 ( dua ) UUPA, menjadi hak guna bangunan sesuai ketentuan pasal  35 ayat 1 ( satu ) UUPA dengan jangka waktu 20 tahun;
4.      Jika  hak eigendom dibebani dengan hak opstal dan hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu menjadi hak guna bangunan.
b.      Hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud pasal 20 ayat 1, yakni hak agrarisch eigendom, milik, yayasan.
Bahwa hak-hak tersebut di atas yang dipunyai orang asing, orang yang berkewarganegaraan rangkap dan badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah menjadi hak guna usaha atau hak guna bangunan sesuai dengan peraturan tanahnya.
c.       Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar dan pertanian kecil dikonversikan menjadi hak guna usaha diatur dalam pasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
d.      Hak consessi dan sewa untuk kebun besar, dalam jangka waktu satu tahun harus mengajukan kepada menteri agraria.
e.       Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan, dikonversi menjadi hak guna bangunan yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
f.       Hak-hak atas tanah memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1.
g.      Hak golongan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap dantidak tetap, Untuk hak golongan yang bersifat tetap dikonversikan menjadi hak milik, sedangkan yang bersifat tidak tetap menjadi hak pakai. Bahwa dalam hal ada keraguan mengenai sifat atau tidak tetap akan diputuskanoleh menteri Agraria.











BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka kami sebagai pemakalah dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari konvrsi itu adalah usaha-usaha untuk penataan kembali hak-hak adat maupun hak-hak barat. Ketentuan-ketentuan mengenai konversi ini secara garis besar dibagi atas 2 ( dua ) bagian, yaitu:
1.      Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai konversi bekas hak-hak yang bersumber pada hukum perdata baraat,
2.      Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai konversi bejas hak-hakyang bersumber pada hukum Indonesia asli atau hukum barat.
Selain itu, terjadnya suatu konversi disebabkan karena 3 ( tiga ) kemungkinan, yaitu:
1.      Konversi yang terjadi karena sendirinya karena hukum,
2.      Konversi yang tejadi setelah diperoleh suatu tindakan yang bersifat deklaratoir dari instansi yang berwenang, dan
3.      Konversi yang terjadi melaluisuatu tindakan yang bersifat konstitutif.
Pelaksanaan Konversi hak atas tanah secara garis besar diuraikan sebaggai berikut:
1.      Hak eigendom,
2.      Hak atas tanah yang memberi wewenang,
3.      Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar dan pertanian kecil,
4.      Hak consenssi dan sewa untuk kebun besar,
5.      Hak opstal dan hak erfpecht untuk perumahan,
6.      Hak golongan.







DAFTAR PUSTAKA
Suardi, Hukum Agraria, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, cet. Pertama, September 2005
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ( Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah ), Jakarta: Djambatan, 2007
A. P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara PPAT. Bandung: Alumni, 1982
Sudargo Gautama, Masalah Agraria, Bandung: Alumni, 1973


               [1] Sudargo Gautama, Masalah Agraria, Bandung, 1973, hlm. 31
              [2] A. P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara PPAT, Bandung, 1982, hlm. 49
                  [3] Suardi, Hukum Agraria, hlm: 32
 [4] Ibid; hlm: 33
[5] B oedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ( Himpunan Peraturan-paraturan Hukum Tanah ), Jakarta: Djambatan
[6] Ibid; hlm: 42
[7] Suardi, Hukum Agraria, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, hlm: 46
[8] Ibid; hlm: 50-54
[9] Suardi, Hukum Agraria, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, hlm:79, 81, dan85
[10] Ibid; hlm: 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar